Sebenarnya, penggunaan ukupan wewangian (incense) yang digunakan
dalam Misa Kudus itu merupakan simbol dari doa-doa yang naik ke hadapan
tahta Allah, seperti yang disebutkan dalam Kitab Suci, demikian:
Mzm 141: 1-2
“Ya TUHAN, aku berseru kepada-Mu, datanglah segera kepadaku, berilah
telinga kepada suaraku, waktu aku berseru kepada-Mu! Biarlah doaku
adalah bagi-Mu seperti persembahan ukupan, dan tanganku yang terangkat
seperti persembahan korban pada waktu petang.”
Why 8:3-4
Maka
datanglah seorang malaikat lain, dan ia pergi berdiri dekat mezbah
dengan sebuah pedupaan emas. Dan kepadanya diberikan banyak kemenyan
untuk dipersembahkannya bersama-sama dengan doa semua orang kudus di
atas mezbah emas di hadapan takhta itu. Maka naiklah asap kemenyan
bersama-sama dengan doa orang-orang kudus itu dari tangan malaikat itu
ke hadapan Allah.
Persembahan wewangian tersebut bahkan secara
khusus diperintahkan Tuhan kepada Musa untuk menghormati kehadiran-Nya
di dalam Tabernakel/ Kemah Pertemuan dalam Perjanjian Lama.
Kel 30:34-37
Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Ambillah wangi-wangian, yakni getah
damar, kulit lokan dan getah rasamala, wangi-wangian itu serta kemenyan
yang tulen, masing-masing sama banyaknya. Semuanya ini haruslah kaubuat
menjadi ukupan, suatu campuran rempah-rempah, seperti buatan seorang
tukang campur rempah-rempah, digarami, murni, kudus. Sebagian dari
ukupan itu haruslah kaugiling sampai halus, dan sedikit dari padanya
kauletakkanlah di hadapan tabut hukum di dalam Kemah Pertemuan, di mana
Aku akan bertemu dengan engkau; haruslah itu maha kudus bagimu. Dan
tentang ukupan yang harus kaubuat menurut campuran yang seperti itu juga
janganlah kamu buat bagi kamu sendiri; itulah bagian untuk TUHAN, yang
kudus bagimu.”
Gereja Katolik percaya Perjanjian Lama telah
digenapi dalam diri Kristus dan bahwa kini Tuhan Yesus Kristus sungguh
hadir di dalam Tabernakel suci dalam rupa Ekaristi, dan karena itu, maka
digunakan ukupan wewangian untuk menghormati kehadiran Tuhan tersebut.
Wewangian ini digunakan Selain untuk tanda penghormatan,wewangian ini
digunakan juga untuk menciptakan suasana penyembahan kepada Tuhan yang
hadir dalam perayaan Ekaristi tersebut.
Gereja Katolik,
berdasarkan pengajaran Kristus dan para rasul, mengajarkan bahwa pada
setiap Misa Kudus, maka kurban Yesus Kristus yang satu-satunya itu
dihadirkan kembali oleh kuasa Roh Kudus, untuk mendatangkan berkat
pengudusan bagi umat-Nya. (Selanjutnya tentang makna Ekaristi sebagai
Sumber dan Puncak Kehidupan Kristiani). Kurban Kristus dalam Ekaristi,
yang dihormati dengan korban bakaran ukupan/ wewangian inilah yang
menggenapi nubuat nabi Maleakhi, dalam Mal 1:11, “Sebab dari terbitnya
sampai kepada terbenamnya matahari nama-Ku besar di antara
bangsa-bangsa, dan di setiap tempat dibakar dan dipersembahkan korban
bagi nama-Ku dan juga korban sajian yang tahir; sebab nama-Ku besar di
antara bangsa-bangsa, firman TUHAN semesta alam.”
Karena makna
“kurban” tersebut, maka Altar tempat terjadinya kurban merupakan obyek
yang suci, oleh karena itu kita melihat wewangian ukupan diarahkan
kepada Altar. Demikian juga ukupan tersebut digunakan juga pada saat
prosesi/ sesaat sebelum pembacaan Injil, yang dihormati karena Injil
merupakan Sabda Tuhan. Ukupan juga ditujukan kepada imam yang
mempersembahkan Misa, karena karena pada saat Misa, ia bertindak atas
nama Kristus (“persona Christi”). Ukupan juga ditujukan kepada umat,
sebab melalui Pembaptisan, setiap umat beriman menjadi tempat kediaman
Roh Kudus dan mempunyai peran imamat bersama, sehingga dalam perayaan
Ekaristi, setiap umat diundang untuk mengangkat persembahan doa-doanya
ke hadapan Tuhan, sehingga dengan demikian mereka mempersatukan doa-doa
mereka dengan doa Kristus sendiri (yang diucapkan oleh imam) kepada
Allah Bapa.
Jadi penggunaan ukupan wewangian sebenarnya telah
berakar sejak lama dalam sejarah umat beriman, dan Gereja Katolik
melanjutkan tradisi ini, karena memang mengandung makna yang dalam.
Wewangian ini melengkapi penyembahan dan ucapan syukur kita kepada Tuhan
yang melibatkan seluruh panca indera kita dalam Ekaristi: dengan indra
penglihatan kita melihat seluruh ibadah, dengan indra pendengaran kita
mendengar kidung pujian dan doa-doa, dengan indra peraba kita mengambil
air suci yang melambangkan rahmat Pembaptisan, dan dengan indra pengecap
kita menyantap Hosti kudus, dan dengan indra penciuman kita menikmati
wewangian ukupan yang melambangkan naiknya doa-doa kita ke hadapan tahta
Allah.
Sumber: Situs Katolisitas
--Deo Gratias--