Jumat, 19 Juli 2013

Makna Ukupan dan Wewangian dalam Perayaan Ekaristi

Sebenarnya, penggunaan ukupan wewangian (incense) yang digunakan dalam Misa Kudus itu merupakan simbol dari doa-doa yang naik ke hadapan tahta Allah, seperti yang disebutkan dalam Kitab Suci, demikian:
Mzm 141: 1-2
“Ya TUHAN, aku berseru kepada-Mu, datanglah segera kepadaku, berilah telinga kepada suaraku, waktu aku berseru kepada-Mu! Biarlah doaku adalah bagi-Mu seperti persembahan ukupan, dan tanganku yang terangkat seperti persembahan korban pada waktu petang.”
Why 8:3-4
Maka datanglah seorang malaikat lain, dan ia pergi berdiri dekat mezbah dengan sebuah pedupaan emas. Dan kepadanya diberikan banyak kemenyan untuk dipersembahkannya bersama-sama dengan doa semua orang kudus di atas mezbah emas di hadapan takhta itu. Maka naiklah asap kemenyan bersama-sama dengan doa orang-orang kudus itu dari tangan malaikat itu ke hadapan Allah.
Persembahan wewangian tersebut bahkan secara khusus diperintahkan Tuhan kepada Musa untuk menghormati kehadiran-Nya di dalam Tabernakel/ Kemah Pertemuan dalam Perjanjian Lama.
Kel 30:34-37
Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Ambillah wangi-wangian, yakni getah damar, kulit lokan dan getah rasamala, wangi-wangian itu serta kemenyan yang tulen, masing-masing sama banyaknya. Semuanya ini haruslah kaubuat menjadi ukupan, suatu campuran rempah-rempah, seperti buatan seorang tukang campur rempah-rempah, digarami, murni, kudus. Sebagian dari ukupan itu haruslah kaugiling sampai halus, dan sedikit dari padanya kauletakkanlah di hadapan tabut hukum di dalam Kemah Pertemuan, di mana Aku akan bertemu dengan engkau; haruslah itu maha kudus bagimu. Dan tentang ukupan yang harus kaubuat menurut campuran yang seperti itu juga janganlah kamu buat bagi kamu sendiri; itulah bagian untuk TUHAN, yang kudus bagimu.”
Gereja Katolik percaya Perjanjian Lama telah digenapi dalam diri Kristus dan bahwa kini Tuhan Yesus Kristus sungguh hadir di dalam Tabernakel suci dalam rupa Ekaristi, dan karena itu, maka digunakan ukupan wewangian untuk menghormati kehadiran Tuhan tersebut. Wewangian ini digunakan Selain untuk tanda penghormatan,wewangian ini digunakan juga untuk menciptakan suasana penyembahan kepada Tuhan yang hadir dalam perayaan Ekaristi tersebut.
Gereja Katolik, berdasarkan pengajaran Kristus dan para rasul, mengajarkan bahwa pada setiap Misa Kudus, maka kurban Yesus Kristus yang satu-satunya itu dihadirkan kembali oleh kuasa Roh Kudus, untuk mendatangkan berkat pengudusan bagi umat-Nya. (Selanjutnya tentang makna Ekaristi sebagai Sumber dan Puncak Kehidupan Kristiani). Kurban Kristus dalam Ekaristi, yang dihormati dengan korban bakaran ukupan/ wewangian inilah yang menggenapi nubuat nabi Maleakhi, dalam Mal 1:11, “Sebab dari terbitnya sampai kepada terbenamnya matahari nama-Ku besar di antara bangsa-bangsa, dan di setiap tempat dibakar dan dipersembahkan korban bagi nama-Ku dan juga korban sajian yang tahir; sebab nama-Ku besar di antara bangsa-bangsa, firman TUHAN semesta alam.”
Karena makna “kurban” tersebut, maka Altar tempat terjadinya kurban merupakan obyek yang suci, oleh karena itu kita melihat wewangian ukupan diarahkan kepada Altar. Demikian juga ukupan tersebut digunakan juga pada saat prosesi/ sesaat sebelum pembacaan Injil, yang dihormati karena Injil merupakan Sabda Tuhan. Ukupan juga ditujukan kepada imam yang mempersembahkan Misa, karena karena pada saat Misa, ia bertindak atas nama Kristus (“persona Christi”). Ukupan juga ditujukan kepada umat, sebab melalui Pembaptisan, setiap umat beriman menjadi tempat kediaman Roh Kudus dan mempunyai peran imamat bersama, sehingga dalam perayaan Ekaristi, setiap umat diundang untuk mengangkat persembahan doa-doanya ke hadapan Tuhan, sehingga dengan demikian mereka mempersatukan doa-doa mereka dengan doa Kristus sendiri (yang diucapkan oleh imam) kepada Allah Bapa.
Jadi penggunaan ukupan wewangian sebenarnya telah berakar sejak lama dalam sejarah umat beriman, dan Gereja Katolik melanjutkan tradisi ini, karena memang mengandung makna yang dalam. Wewangian ini melengkapi penyembahan dan ucapan syukur kita kepada Tuhan yang melibatkan seluruh panca indera kita dalam Ekaristi: dengan indra penglihatan kita melihat seluruh ibadah, dengan indra pendengaran kita mendengar kidung pujian dan doa-doa, dengan indra peraba kita mengambil air suci yang melambangkan rahmat Pembaptisan, dan dengan indra pengecap kita menyantap Hosti kudus, dan dengan indra penciuman kita menikmati wewangian ukupan yang melambangkan naiknya doa-doa kita ke hadapan tahta Allah.
Sumber: Situs Katolisitas
--Deo Gratias--